Jumat, 12 April 2013

Demokrasi, HAM dan relevansinya dengan Kebebasan berekspresi

Sejarah lahirnya kebebasan berekspresi tidak dapat dipisahkan dari abad-abad kegelapan Eropa saat diperintah oleh raja-raja tirani atas nama agama Gereja yang kejam.  Pembakaran, inquisisi, penyiksaan dan kematian menjadi kelaziman bagi mereka yang berani menghadapi tirani ini. Para ilmuwan, pemikir dan sarjana tidak luput dari ancaman hukuman dan pelecehan atas pandangan mereka. Ilmuwan Galileo yang terkenal, misalnya, dihukum bid'ah pada tahun 1633 dan menghabiskan sisa hidupnya dalam tahanan rumah karena  mengklaim bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari.
Setelah reformasi dan penerapan sekularisme di Eropa Barat dan Amerika yang baru merdeka, giliran belenggu gereja yang tersisihkan dari kehidupan publik. Mulai saat itu, negara-negara sekuler baru berdiri dengan beberapa sendi utama, seperti kebebasan ekspresi individu, dan kebebasan beragama untuk semua warganya. Hal ini tercermin dalam pasal 19 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1948, "Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa batas." 
Oleh karena itu kebebasan berbicara dan berekspresi merupakan salah satu pilar dari cara hidup Barat dan dianggap sebagai hak asasi manusia. Barat kemudian menyebarkan kepada dunia Islam bahwa kebebasan dan demokrasi adalah satu-satunya jalan jika mereka ingin maju dan membersihkan diri dari kediktatoran yang menindas mereka. 
Untuk dapat lebih jelasnya tentang kebebasan berekspresi silahkan klik di SINI agar dapat meninjau perpsktifnya dari sisi Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar