a. Sejarah Manajemen
Kata
“Manajemen” berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki
arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi
yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya,
mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur
dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W.
Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti
bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien
berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir,
dan sesuai dengan jadwal.
Sejarah
manajemen terjadi sebelum abad ke-20, yaitu pada tahun 1776, Adam Smith
menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, “The Wealth of Nation” yang
menyatakan bahwa keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari
pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam
tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dari hasil penelitiannya Smith
menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas
dengan (1) meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja,
(2) menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3)
menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Selanjutnya
adanya Revolusi Industri di Inggris dengan ditandai dengan dimulainya
penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada
pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang
disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu
membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan,
memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada
bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu
manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
Di
awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol
mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang,
mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan
Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu
manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga
sekarang.
Sumbangan
penting lainnya datang dari ahli sosilogi Jerman yaitu Max Weber yang
menjelaskan suatu tipe ideal organisasi yang disebut birokrasi
bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang
didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan
sejumlah hubungan yang impersonal. Dia menggambarkan tipe organisasi
tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori
tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar.
Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak
organisasi besar sekarang ini.
Perkembangan
selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick M.S. Blackett,
Baron Blackett melahirlkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi
dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering
dikenal dengan “Sains Manajemen”, mencoba pendekatan sains untuk
menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan
operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker yang sering disebut sebagai
Bapak Ilmu Manajemen yang menerbitkan salah satu buku paling awal
tentang manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the
Corporation).
b. Manajemen Modern
Manajemen
ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut “scientific management”,
pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya
yang berjudul ”Principles of Scientific Management” pada tahun 1911 yang
mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah penggunaan metode ilmiah untuk
menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Beberapa
penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini
sebagai tahun lahirya teori manajemen modern.
Ide
tentang penggunaan metode ilmiah muncul ketika Taylor merasa kurang
puas dengan ketidakefesienan pekerja di perusahaannya. Ketidakefesienan
itu muncul karena mereka menggunakan berbagai macam teknik yang berbeda
untuk pekerjaan yang sama nyaris tak ada standar kerja di sana. Selain
itu, para pekerja cenderung menganggap gampang pekerjaannya. Taylor
berpendapat bahwa hasil dari para pekerja itu hanyalah sepertiga dari
yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20 tahun, berusaha keras
mengoreksi keadaan tersebut dengan menerapkan metode ilmiah untuk
menemukan sebuah “teknik paling baik” dalam menyelesaikan tiap-tiap
pekerjaan.
Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi produksi yaitu:
1. Kembangkanlah
suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan
menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan.
2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja
samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untuk menjamin bahwa
semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang
telah dikembangkan tadi.
4. Bagilah
pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan
para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai
baginya daripada bagi para pekerja.
Pedoman
ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika sebelumnya
pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu
mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan
dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan
yang tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda dengan
pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut.
Manajemen
ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank
Gilberth dan Lillian Gilbreth menciptakan mikronometer yang dapat
mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu
yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang
sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi
dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga
menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan
dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut
Therbligs Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis
cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Teori Manajemen Modern memandang
organisasi sebagai suatu kesatuan, yang terdiri dari bagian-bagian yang
saling berhubungan. Teori ini memberi manajer cara memandang organisasi
sebagai suatu keseluruhan dan sebagai bagian / subsistem dari
lingkungan eksternal yang lebih luas.
Karena
organisasi merupakan subsistem, sehingga tumbuh dan berkembangnya
organisasi tergantung seberapa jauh organisasi dapat tumbuh dan
mempengaruhi dan beradaptasi dengan lingkungan. Sehingga jatuh bangunnya
organisasi tergantung seberapa jauh organisasi dapat beradaptasi dengan
lingkungan.
Teori
manajemen modern cenderung memandang organisasi sebagai system terbuka,
dengan dasar analisa konsepsional, dan didasarkan pada data empirik,
serta sifatnya sintesis dan integrative. System terbuka pada hakekatnya
merupakan proses transformasi masukan yang menghasilkan keluaran.
Transformasi terdiri dari aliran informasi dan sumber-sumber daya.
Meskipun ada beberapa model pandangan (close system dan open system),
bukan berarti bahwa pandangan yang lama ditinggalkan karena ada
pandangan baru lebih baik.
c. Manajemen Pasca Modern
Pos
modern organisasi mulai dari milenium ketiga menunjukkan relik yang
modern usia (tahun 1500 sampai 2000). Semua permasalahan itu harus sudah
diselesaikan atas dasar pengetahuan. Cool rasional dan tindakan yang
ideal. Max Weber, "rasul" dari birokrasi, prediksi sudah pada awal tahun
dari abad ke-20 orang yang akan terperangkap di dalam kandang besi yang
disebut "rasionalitas". Organisasi yang modern dan birokrasi yang
menekankan perbedaan antara berpikir dan bertindak. Tujuan mereka adalah
efisiensi dan peringkat hasil. Ketat distribusi kerja harus
ditindaklanjuti oleh supervisor. Hanya ada satu cara yang dapat diterima
untuk melakukan pekerjaan, yang ditetapkan oleh supervisor atau seorang
ahli.
Post
modern Manajemen secara sistemik menjelaskan perbedaan antara perilaku
organisasi birokrasi dan keanggotaan organisasi seperti kemitraan.
Birokrasi cenderung mendapat pekerjaan yang lebih kaku dan perilaku
defensif karena mereka menggunakan "pembeli-penjual" untuk mengatur
hubungan luas hal penyerapan tenaga kerja. Karyawan biasanya disewa
untuk melakukan pekerjaan tertentu pada tingkat tertentu dan karena itu
membayar karyawan identitas, status, dan membayar, selain peran,
semuanya terikat dengan pekerjaan. Dimana karyawan dibawa anggota Namun,
identitas attaches lebih ke organisasi secara keseluruhan dan status
dan membayar biasanya sebuah fungsi yang relevan.
Menurut
Pauline Roseenau (1992) bahwa postmodernisme merupakan hal yang
berlawanan dengan pengertian modern dimana mengkritik segala sesuatu
yang diasosiasikan dengan moderenitas.
Dalam
era Post Modern, angkatan kerja di masyarakat saat ini berbeda dengan
yang di masa lalu, dimana berbagai metode telah dipraktikkan. Modern
organisasi hari ini akan perlu alamat keragaman masyarakat seperti usia,
etnis, agama, jenis kelamin dan kelas dan juga stres yang akan nyata
dalam dunia kerja. Esei yang akan melihat kasus-kasus tertentu dan
keanekaragaman penyebab stres nyata dalam organisasi dan bagaimana teori
manajemen post modern seperti kerja demokrasi, dan teori-teori feminis
telah memberikan kontribusi kepada organisasi solusi dalam menangani
masalah. Lada (1995) menjelaskan bahwa di tempat kerja atau di rumah,
emosi yang selalu menjadi cacat. Ketegangan Mei saling mengisi dan
supervisor dalam posisi subordinat dan percakapan dari hal-hal pribadi
atau rahasia dapat memicu emosi di tempat kerja. Wilayah konflik di
dalam organisasi dapat eksis dalam organisasi itu sendiri, departemen,
bos, sub-budaya kelompok, atau individu yang berkepentingan.
Pengkhianatan pada emosi, dedikasi, kemarahan, kekecewaan, kebencian
atau kecemburuan dapat membangkitkan. Emosional dengan tingkah laku,
stres juga dapat menjadi faktor umum dalam dunia kerja, juga
meningkatkan kehidupan modern. Akibat stres dapat mengakibatkan
pemadaman, kelelahan fisik dan emosional, dan kurangnya
depersonalisation prestasi pribadi. Common stressors yang berhubungan
dengan kerja, quantitive masalah seperti memiliki terlalu banyak
pekerjaan, kekurangan staf, dan perusahaan downsizing. Atau bisa jadi
masalah kualitatif; pekerjaan terlalu berat, tidak sesuai janji, kurang
pelatihan, peralatan lama atau miskin petunjuk. Serta tekanan di
lingkungan kerja, organisasi tidak bisa melupakan peristiwa stres
karyawan mungkin berhadapan dengan di rumah.
tulisan ini dukitup dari : http://mgt-sdm.blogspot.com/2010/11/manajemen-modern-dan-manajemen-pasca.html
Silahkan baca juga K http://yakub-fadilah.blogspot.com/2015/03/pandangan-modern-dan-pasca-modern.html , untuk lebih lengkap lagi.
Silahkan baca juga K http://yakub-fadilah.blogspot.com/2015/03/pandangan-modern-dan-pasca-modern.html , untuk lebih lengkap lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar